Selasa, 13 Desember 2016

cerpen pemula :)



Api di Bulan Suci
By Muhammad Marzuki
Sahurr....sahurr.... suara-suara pengurus mesjid saling bersahutan dari satu mesjid dengan mesjid yang lainnya, untuk membangunkan dan membukakan mata bagi yang mendengarnya. Begitu pula dengan aku, ku ambil Hp yang ada disamping tempat tidurku dan  kulihat jam sudah menunjukkan pukul 3:10 WITA. Ku usap-usap mataku sambil tak lupa berdo’a dan mengucap syukur karena masih diberikan-Nya kesanggupan untuk bernafas dan diberikan-Nya kesempatan hidup setelah mati untuk sementara. Akupun segera beranjak dari tempat tidurku dan menuju kamar mandi untuk mencuci muka agar bisa memberikanku rasa segar di pagi buta dikala orang-orang  yang tidak berpuasa masih terlelap dalam tidurnya.
Seperti biasa makanan sudah tersusun rapi dan siap untuk disantap. Mataku langsung tertuju pada salah satu hidangan makan yang berwarna merah. Ya ..itu adalah sambal. Aku sangat menyukai itu. kenapa ? karena, rasanya kalau makan tanpa sambal ibarat langit malam yang tanpa bintang-bintang. Hehehe. Aku makan dengan lahapnya samping butir nasi yang terakhir. Setelah menghabiskan air putih yang penuh didalam gelasku, bersegera aku menggosok gigi, dan kembali  ketempat tidur.
            Sambil duduk ditempat tidur ku, aku memainkan game yang ada di HP ku dengan penuh semangat, main game aja semangat, apalagi hidup..hehe. ketika sudah sangat fokus bermain game, tiba-tiba terdengar suara dari luar rumah, suaranya sangat tegas dan terdengar panik. Setelah ku dengar baik-baik, ternyata orang tersebut berteriak ...kebakaran...kebakaran.. serentak aku jadi terkejut dan langsung beranjak dari tempat tidurku dan keluar dari rumah untuk melihat keadaan diluar. Ternyata memang benar terjadi kebakaran kurang lebih 300 meter dari rumah ku, apinya terlihat jelas dan menjulang tinggi, setinggi pohon kelapa didekat sana. Seluruh anggota keluarga dirumah ku dan tetangga ku berkeluaran dari rumah masing-masing untuk melihat langsung kebakaran tersebut.
            Dengan tergesa-gesa aku mengeluarkan sepeda motor ku untuk pergi ke sumber api. Tapi tiba-tiba orangtua ku dan kakak ku mencegahnya, karena di jalan didepan rumah ku sudah rame orang berlarian ke tempat terjadi kebakaran. Tanpa berpikir panjang, aku langsung berlari dengan cepat ke TKP sambil membawa satu ember. Kami sama-sama meneriakkan...kebakaran...kebakaran...kaki ku terasa sakit, karena terinjak batu sepanjang perjalanan baru kusadari aku tidak mengenakan sendal. Memang, jalan di desa ku tidak di aspal sehingga banyak batu kerikil yang berserakan di jalan. Aku kurang tahu, apakah karena desa kami begitu terpencil, atau karena korban korupsi kerakusan pejabat-pejabat tinggi.
            Api semakin membesar ketika kami sudah sampai di TKP, tanpa perintah apapun semua orang yang ada disitu langsung berjejer dari pinggir sungai sampai didepan toko pakaian yang terbakar tersebut, menyiram api dengan peralatan seadanya dari dua sisi yang berbeda agar bisa lebih cepat dalam memadamkan api yg semakin membesar. Untung saja desa ku ini dekat dengan sungai, dan sedang tidak berangin yang bisa melalap rumah-rumahyang ada disampingnya, jadi lebih mudah dalam proses pemadaman. Masyarakat berusaha memadamkan api secepat mungkin dengan berbagai macam cara, ada yang menyiram dari atas atap rumah yang ada disamping toko yang terbakar, ada juga yang langsung menyiram mendekati sumber  api tanpa peduli lagi rasa panas. Semua orang yang ada disitu tampak mendapatkan kekuatan yang datangnya entah darimana sehingga bisa tahan panas, bisa mengangkat ember besar yang terisi penuh oleh air dan tidak merasa berat. Mungkin ini yang namanya the power of kepepet. hehe. Semua orang berteriak dengan penuh semangat, tanpa peduli lagi keadaan mereka, ada yang hanya menggunakan sarung, celana pendek, tanpa menggunakan baju, tanpa sandal yaitu; aku. Hehee.
            Api melahap toko dengan sangat cepat, mungkin karena bangunan tokonya terbuat dari kayu dan didalam toko tersebut banyak terdapat pakaian. Rumah yang ada disamping toko bergegas mengeluarkan barang berharga yang ada dirumahnya, takutnya api menyebar ke rumahnya. Satu per satu barang-barang dikeluarkan dari rumah dengan dibantu oleh sebagian warga. Setelah selesai menyusun barang-barang tersebut ditempat yang jauh dari titik kebakaran tersebut. Tiba-tiba si ibu teringat bahwa masih ada sesuatu yang sangat berharga yang ketinggalan didalam rumah, dengan segera si ibu tersebut berlari denga tergesa-gesa sambil berteria,, anak ku....anak ku. Ya, ternyata anak si ibu yang masih balita masih ada didalam rumah, mungkin karena saking paniknya sampai-sampai terlupa dengan sang anak. Si ibu tidak peduli dengan rasa panas karena dekat dengan titk api untuk masuk kedalam rumah dan menjemput sang anak. Setelah mengangkat anaknya yang masih dalam keadaan tertidur si ibu langsung bergegas  keluar rumah dan menjauhi titik api. Sambil menghela nafas si ibu mengucap syukur karena tidak terjadi apa-apa dengan anaknya.
            Para warga masih berusaha memadamkan api dengan peralatan seadanya, namun ada sebagian warga yang diperintahkan mengambil mesin semprotan air yang besar yang biasa dipakai untuk mengairi persawahan di desaku. Api sudah mulai mengecil tapi para tetap bersemangat tanpa mengenal rasa lelah. Pemandangan ini tampak menjadi tontonan menarik oleh masyarakat, karena kebakaran jarang sekali terjadi di desa ku. Anak-anak, ibu-ibu dan para orang tua hanya bisa terkagum-kagum melihat api yang menghanguskan sebuah toko pakaian tersebut. Mungkin ibu-ibu berpikir, sejahat ini kah api ketika dia besar, padahal api yang kecil sangat membantu kami untuk memasak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Ketika dirumah api menjadi teman, tapi pada saat ini dia menjadi lawan kami.
            Tak beberapa lama mesin semprotan air datang dibawa oleh beberapa orang karena mesin ini berat jadi tidak mungkin diambil seorang diri. Para warga langsung bekerja sama untuk mempersiapkan mesin semprotan air. Setelah mesin menyala, para warga bergotong-royong mengangkat pipa air untuk segera menyemprot api yang tegak menyala. Api pun bisa dengan cepat sedikit demi sedikit di padamkan. Ketika api sudah hampir padam, pemadam kebakaran dari kecamatan datang tiba-tiba, mungkin ada salah satu warga yang menghubungi ataupun panggilan dari kepala desa. Namun, karena kedatangan pemadam kebakaran ini terlambat, para warga menyambutnya secara tidak hormat. Banyak kata-kata yang tidak senonoh bernuansa negatif yang dilontarkan para warga kepada para pemadam kebakaran sehingga membuat suasana menjadi agak tegang.
            Ketika sampai di TKP, Para anggota pemadam kebakaran langsung menyemprot api yang masih tersisa, walaupun sudah hampir padam. Para warga dengan tenang menyaksikan aksi para pemadam dalam memadamkan api. Tak selang beberapa menit api pun berhasil dipadamkan dengan sempurna. Para warga mengucap syukur kepada Allah SWT karena api sudah padam. Para pemadam pun segera pulang ketika sudah selesai melaksanakan tugas. Para warga pun mulai pulang kerumah masing-masing, dan sebagian warga membantu membersihkan apa yang perlu di bersihkan, membantu memasukkan barang-barang warga yang diangkut keluar rumah.
            Aku pun kembali kerumah dengan kondisi basah dan kotor dengan berjalan kaki, sejenak ku berpikir tentang kejadian hari ini. Di bulan yang suci yakni bulan ramadhan terjadi sebuah musibah di waktu sahur yang membuat masyarakat seperti diberi efek kejut. Banyak hal positif yang bisa dilihat dari kejadian ini, namun sudah pasti sesuatu yang bersifat negatif pun ada terselip di dalamnya. Ada sebagian warga yang belum sempat makan sahur, namun dengan rasa peduli yang tinggi kepada tetangga mereka rela mungkin hanya mengisi perut dengan segelas air putih untuk menyempatkan sahur. Demi keselamatan anggota warga yang lain mereka tak peduli lagi dengan kondisi mereka. Para pemadam pun sudah melaksanakan tugas mereka semaksimal mungkin walaupun datangnya terlambat, mungkin karena fasilitas jalan untuk menuju ke TKP yang menyulitkan mereka datang tepat waktu. Bapak kepala desa pun menyampaikan maaf kepada para pemadam kebakaran karena para warga menyambut mereka dengan kurang hormat, mungkin saja pada saat itu pikiran warga sedang tidak stabil karena suasana sedang panik-paniknya.
            Adzan subuh berkumandang ketika aku sampai dirumah, aku pun bersegera membersihkan kaki disungai dan setelah itu langsung masuk kerumah bersegera untuk mandi. Banyak hikmah yang bisa ku ambil dari kejadian yang baru saja terjadi, ujian bagi yang punya toko dan pelajaran bagi ku, serta sebuah pengalaman yang sangat berharga yang takkan pernah kulupakan sepanjang hidup. Setelah selesai mandi, aku pun bersiap-siap pergi ke mesjid yang berada tak jauh dari rumah ku.