OPINI
Keluarga Sebagai komponen Peradaban
Keluarga adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Di dalam
sebuah keluarga ada seorang pemimpin dan seorang pendidik yang pada hakikatnya
pangkat beliau lebih tinggi dari seorang profesor. Suatu keluarga adalah
madrasah kehidupan pertama dan utama bagi seorang anak. Sebagai orangtua,
berhati-hatilah dalam berprilaku di dalam rumah, karena anak akan melihat,
mempelajari dan meneladani perilaku orangtuanya. Maka dari itu, sebagai orang
tua harus mampu menjadi pendidik yang cerdas, pendidik yang cerdas disini tidak
mesti berpendidikan tinggi, tapi pendidik yang tidak hanya mampu memenuhi
kebutuhan fisik anak, namun juga mampu memenuhi kebutuhan jiwanya dengan kasih
sayang, keteladanan, dan pendidikan moral sejak dini agar menjadi generasi
penerus yang mampu membangun peradaban.
Sebagai seorang ibu, jangan terlalu banyak berharap memiliki anak
yang rajin shalat, jika tak pernah shalat, jangan berharap anak pandai membaca
al-Qur’an jika menyentuhnya pun anda tidak pernah. Peran seorang ibu sangatlah
penting dalam membentuk anak yang saleh dan salehah. Namun, cita-cita itu
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada begitu banyak proses yang
harus dilalui, dan proses itu dimulai sejak dini. Maka dari itu, menjadi ibu
adalah kemuliaan. Tapi sangat disayangkan, terkadang sebagian wanita menolak
gelar kemuliaan itu demi kesibukan kerja.
Peran ibu, khususnya di kota-kota besar sudah banyak tergantikan
oleh babby sitter. Ada juga sebagian diasuh oleh neneknya. Tantangan di
era ini sangatlah berat untuk menghindarkan anak terhadap perkembangan
moralitas sang anak. Bisakah kita memejamkan mata ketika menyaksikan goyangan
erotis yang begitu bebas menghias layar kaca yang dengan mudah ditonton oleh
semua orang? Bisakah kita pejamkan mata, ketika dunia perfilman di negeri ini
bangga mengundang artis porno untuk bermain film di dalam negeri dengan jumlah
muslim terbesar ini?
Dalam mengantisipasi efek buruk dari gejolak jiwa remaja yang
sering kali naik-turun harusnya menjadi tanggungjawab bersama. Sebagai orang
tua yang bijak pastinya tidak menyalahkan kaum muda semata ketika mereka
terlanjur terjerat perangkat maksiat. Terkadang, maksiat sang anak turut
menyebabkan orangtua ikut dituntut di pengadilan Allah kelak. Mulailah
menganggap anak sebagai sahabat ketika dia sudah beranjak ke usia dewasa.
Memperlakukan mereka seperti anak kecil di usia yang telah beranjak remaja atau
dewasa tentu bukan sikap yang bijak.
Tanpa mengesampingkan peran penting seorang ibu dalam keluarga,
bijaksana memang seharusnya diamanahkan kepada sosok ayah sebagai seorang
pejuang sejati yang takkan merelakan buah hatinya lemah. Lemah badannya, lemah
intelektualitasnya, lemah prestasinya, lemah ekonominya, serta yang paling
penting lemah agamanya. Menjadi seorang ayah harus belajar untuk tidak pernah
menagih penghormatan yang lebih. Menjadi ayah juga sebuah pembelajaran untuk
rela mengalah. Rela mengalah menjadi orang yang dihormati tiga tingkat di bawah
penghormatan terhadap seorang ibu.
Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk mengasihi tanpa pamrih.
Keluarga kita bukan hanya mengharap tercukupi kebutuhan ekonominya semata,
namun kasih sayang dan perhatian jauh
lebih dibutuhkan sang anak. Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk bisa
mengatur waktu, kapan waktu menyibukkan diri mencari nafkah, dan kapan waktu
bercanda bersama istri dan anak. Menjadi ayah harus memiliki sikap bijak dalam
mengatur waktu, kapan sibuk dengan dunia kerja, dan kapan ada waktu untuk salat
berjamaah, mengajarkan membaca al-Qur’an, memeriksa hafalan, serta menemani
belajar dan mendiskusikan PR sang anak.
Dapat penulis simpulkan bahwa, jika setiap keluarga mampu mendidik
anak-anaknya dengan pendidikan yang terbaik, yakni didasari dengan ilmu
keagamaan dan didukung oleh ilmu pengetahuan umum maka akan tercipta suatu
generasi yang akan menjadi komponen peradaban suatu bangsa. Jika setiap
keluarga sadar akan pentingnya sebuah pendidikan usia dini kepada anak sampai
dia beranjak dewasa maka, Akan ada presiden yang hafal al-Qur’an dan memahami
isi kandungannya. Mesjid-mesjid dipenuhi oleh para pemuda, dan takbir
bergemuruh baik dari pinggiran desa maupun di pusat-pusat kota. Pemerintahan
pun diisi oleh pemimpin-pemimpin yang merakyat. Tidak ada lagi korupsi dalam
negeri ini jika sejak dini anak sudah ditanamkan nilai-nilai kehidupan yang
baik.
Jika generasi cerdas dan bermoral sudah menjadi pemimpin-pemimpin
di negeri ini maka tidak menutup kemungkinan negara tersebut akan menjadi pusat
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dunia, dan sejarah akan mencatat
sebagai pusat peradaban dunia. Sekali lagi, untuk mewujudkan cita-cita
tersebut, keluargalah yang menjadi poros utama dalam melahirkan insan-insan
yang kuat iman, kuat otak dan kuat otot sebagai generasi yang berkualitas untuk
menciptakan sebuah peradaban baru.