Jumat, 16 Juni 2017

OPINI Keluarga Sebagai komponen Peradaban

OPINI
Keluarga Sebagai komponen Peradaban
Keluarga adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Di dalam sebuah keluarga ada seorang pemimpin dan seorang pendidik yang pada hakikatnya pangkat beliau lebih tinggi dari seorang profesor. Suatu keluarga adalah madrasah kehidupan pertama dan utama bagi seorang anak. Sebagai orangtua, berhati-hatilah dalam berprilaku di dalam rumah, karena anak akan melihat, mempelajari dan meneladani perilaku orangtuanya. Maka dari itu, sebagai orang tua harus mampu menjadi pendidik yang cerdas, pendidik yang cerdas disini tidak mesti berpendidikan tinggi, tapi pendidik yang tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan fisik anak, namun juga mampu memenuhi kebutuhan jiwanya dengan kasih sayang, keteladanan, dan pendidikan moral sejak dini agar menjadi generasi penerus yang mampu membangun peradaban.
Sebagai seorang ibu, jangan terlalu banyak berharap memiliki anak yang rajin shalat, jika tak pernah shalat, jangan berharap anak pandai membaca al-Qur’an jika menyentuhnya pun anda tidak pernah. Peran seorang ibu sangatlah penting dalam membentuk anak yang saleh dan salehah. Namun, cita-cita itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada begitu banyak proses yang harus dilalui, dan proses itu dimulai sejak dini. Maka dari itu, menjadi ibu adalah kemuliaan. Tapi sangat disayangkan, terkadang sebagian wanita menolak gelar kemuliaan itu demi kesibukan kerja.
Peran ibu, khususnya di kota-kota besar sudah banyak tergantikan oleh babby sitter. Ada juga sebagian diasuh oleh neneknya. Tantangan di era ini sangatlah berat untuk menghindarkan anak terhadap perkembangan moralitas sang anak. Bisakah kita memejamkan mata ketika menyaksikan goyangan erotis yang begitu bebas menghias layar kaca yang dengan mudah ditonton oleh semua orang? Bisakah kita pejamkan mata, ketika dunia perfilman di negeri ini bangga mengundang artis porno untuk bermain film di dalam negeri dengan jumlah muslim terbesar ini?
Dalam mengantisipasi efek buruk dari gejolak jiwa remaja yang sering kali naik-turun harusnya menjadi tanggungjawab bersama. Sebagai orang tua yang bijak pastinya tidak menyalahkan kaum muda semata ketika mereka terlanjur terjerat perangkat maksiat. Terkadang, maksiat sang anak turut menyebabkan orangtua ikut dituntut di pengadilan Allah kelak. Mulailah menganggap anak sebagai sahabat ketika dia sudah beranjak ke usia dewasa. Memperlakukan mereka seperti anak kecil di usia yang telah beranjak remaja atau dewasa tentu bukan sikap yang bijak.
Tanpa mengesampingkan peran penting seorang ibu dalam keluarga, bijaksana memang seharusnya diamanahkan kepada sosok ayah sebagai seorang pejuang sejati yang takkan merelakan buah hatinya lemah. Lemah badannya, lemah intelektualitasnya, lemah prestasinya, lemah ekonominya, serta yang paling penting lemah agamanya. Menjadi seorang ayah harus belajar untuk tidak pernah menagih penghormatan yang lebih. Menjadi ayah juga sebuah pembelajaran untuk rela mengalah. Rela mengalah menjadi orang yang dihormati tiga tingkat di bawah penghormatan terhadap seorang ibu.
Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk mengasihi tanpa pamrih. Keluarga kita bukan hanya mengharap tercukupi kebutuhan ekonominya semata, namun kasih sayang  dan perhatian jauh lebih dibutuhkan sang anak. Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk bisa mengatur waktu, kapan waktu menyibukkan diri mencari nafkah, dan kapan waktu bercanda bersama istri dan anak. Menjadi ayah harus memiliki sikap bijak dalam mengatur waktu, kapan sibuk dengan dunia kerja, dan kapan ada waktu untuk salat berjamaah, mengajarkan membaca al-Qur’an, memeriksa hafalan, serta menemani belajar dan mendiskusikan PR sang anak.
Dapat penulis simpulkan bahwa, jika setiap keluarga mampu mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang terbaik, yakni didasari dengan ilmu keagamaan dan didukung oleh ilmu pengetahuan umum maka akan tercipta suatu generasi yang akan menjadi komponen peradaban suatu bangsa. Jika setiap keluarga sadar akan pentingnya sebuah pendidikan usia dini kepada anak sampai dia beranjak dewasa maka, Akan ada presiden yang hafal al-Qur’an dan memahami isi kandungannya. Mesjid-mesjid dipenuhi oleh para pemuda, dan takbir bergemuruh baik dari pinggiran desa maupun di pusat-pusat kota. Pemerintahan pun diisi oleh pemimpin-pemimpin yang merakyat. Tidak ada lagi korupsi dalam negeri ini jika sejak dini anak sudah ditanamkan nilai-nilai kehidupan yang baik.

Jika generasi cerdas dan bermoral sudah menjadi pemimpin-pemimpin di negeri ini maka tidak menutup kemungkinan negara tersebut akan menjadi pusat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dunia, dan sejarah akan mencatat sebagai pusat peradaban dunia. Sekali lagi, untuk mewujudkan cita-cita tersebut, keluargalah yang menjadi poros utama dalam melahirkan insan-insan yang kuat iman, kuat otak dan kuat otot sebagai generasi yang berkualitas untuk menciptakan sebuah peradaban baru. 

Rabu, 03 Mei 2017

yang dinanti tak kembali

Menunggumu bersama semilir angin malam yang menafkahkan dinginnya...
Pena ku hanya bisa diam...
Hanya puisi yang bisa ku ungkapkan...
Ketika pikiran ini tak  mampu memberikan jawaban...
Kau pun masih belum pulang dalam peraduan...
Dimana engkau...
Kemana engkau...
Sedang apa dikau...
Detik-detik waktu terus berjalan...
Sebentar lagi hari esok kan datang...
Mengucap salam...
Memberikan senyuman...
Kepada wajah-wajah lesu insan akhir zaman...
Kemana engkau yang sedari tadi aku nantikan...
Tuk dapatkan secercah harapan...
Akankah hari esok, minggu depan, bulan depan, tahun depan atau kau takkan datang...
Sampai rembulan tak lagi patuhi titah Tuhannya...
Ataukah sampai matahari tak lagi pada peredarannya....
Ku harap kau segera datang...
Karena darimu aku tahu betapa berharganya sebuah jawaban.

~Istanaku, 2 mei 2017, 23:45 wita. (Banjarmasin)

Rabu, 29 Maret 2017

Senyuman Pemuda Langit

Senyuman Pemuda Langit
By Muhammad Marzuki
Cahaya mentari menembus sela-sela embun pagi yang memberikan kehangatan dan semangat setiap jiwa yang sudah terbangun dari mimpi. Pagi yang cerah hari itu merupakan hari pertama ku menjadi  seorang dosen di IAIN Antasari Banjarmasin. Ku pandangi langit biru yang begitu menyejukkan mata, seolah dia juga tersenyum kepadaku. Perasaan yang sangat bahagia ketika aku diterima disalah satu kampus terbaik di kota seribu sungai tersebut.
Aku berangkat ke kampus dengan mengendarai motor yang sudah aku pakai sejak pertama kali kuliah. Dengan perasaan yang berbunga-bunga, di sepanjang perjalanan menuju kampus aku sambil bernyanyi dengan suara yang tak kalah bagus dengan suara penyanyi lagunya. Hehee
Dunia pasti berputar...
Ada saatnya semua harus berubah...
Ingat pasti bertukar...
Kita harus siap hadapi semua...
Ikhlaskan sgalanya ...
Jalani semua yang adaa...
Di duniaa...
Kata orang ketika di pagi hari kita menyanyikan lagu kesukaan kita dari jam 6:00-9:00 akan meningkatkan mood. Karena keasyikan aku hampir lupa mengisi bensin yang sudah hampir habis rasanya, karena jarum penandanya sudah digaris merah. Aku pun berhenti di tempat pengisian bensin eceran di pinggir jalan. Ku lihat bapak penjual bensin sedang melayani pengendara lain yang sudah terlebih dahulu singgah didepan ku. Aku merasa tidak asing melihat perawakan pengendara yang memakai jaket kulit dan mengenakan helm hitam pekat.
 “berapa pak ? “ tanya pengendara tersebut.
“lima belas ribu dik “ Aku pun sangat mengenali suara tersebut, dan melihat sekilas wajahnya dari samping ketika dia menyerahkan uang ke bapak penjual bensin.
“ Za, reza.” aku menyapa dengan penuh rasa penasaran . Orang tersebut menoleh ke arah ku dengan ekspresi wajah tersenyum kaget.
 Hey “Fahmi”  kami langsung bersalaman karena sudah lama sekali tidak bertemu.
“gimana kabar mu, Mi ? “
 “ penampilanmu sudah berubah sekarang ya” tanya reza sambil menatapiku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
 “ahh, biasa saja Za.” Jawabku santai.
 “ kau ini Mi masih saja seperti dulu, bicara selalu merendah.”
“ dengan pakaian dinas, penampilan rapi, dan dengan sepatu hitam mengkilap kaya gini kamu bilang biasa, dulu kan kalau kamu kuliah tak serapi ini”.
 “ baju yang kamu pakai seperti tanah yang sedang dilanda musim kemarau bertahun-tahun, retak- retak tak pernah disetrika.”  Hahaha.
“ jangan ungkit-ungkit cerita masa lalu Za, zaman itu kan masih zaman perjuangan.” Jawabku sambil tertawa kecil.
 “eh, tunggu. Rasanya ada yang tidak berubah nih Mi, sahut Reza sambil melirik motorku.”
 “Kenapa ?”
 “ motor kamu itu rasa nya tidak seimbang dengan penampilanmu hari ini, motor itu seharusnya lebih pas dengan penampilanmu dulu”. Hehee. Ucap Reza sambil tertawa kecil menyindir.
 “oohhh, jangan menghina kamu Za, kenapa motor ini masih saya pakai sampai saat ini ? “motor ini banyak kenangannya Za, sebagian sejarah hidupku, suka dan duka ada bersama motor ini.” Jawabku tegas sambil menepuk-nepuk motorku.
 “jangan bicara kenangan segala Mi, bilang aja kamu belum bisa beli motor baru” jawabnya dengan sedikit nada mengejek.
 “Terserah  kamu sajalah Za. “  Namun, dalam hati ku berkata memang aku masih belum mampu membeli motor baru. Hehehe.
 “ Ya sudah Mi, aku berangkat kerja dulu Mi. ini lagi Buru-buru, nanti kita sambung lagi obrolannya.
            Reza pun langsung bergegas pergi, aku pun segera pergi setelah membayar uang bensin. Rasanya senang sekali kalau sudah berjumpa dengan teman lama. Oh ya, Reza adalah teman seperjuangan ku kuliah. Pada waktu itu, kami hidup bersama di satu atap rumah kontrakan. “Apa yang dia makan, itu yang aku makan”. Itu ikrar kami ketika hidup sebagai mahasiswa. Reza merupakan mahasiswa yang bisa dibilang cerdas diantara teman-temannya dia juga aktif di berbagai organisasi kampus baik itu yang didalam maupun yang diluar kampus. Namun, dia berhenti kuliah ketika ayahnya meninggal karena sedang sakit-sakitan selama berbulan-bulan. Dia pun memutuskan untuk mengakhiri masa belajarnya di bangku kuliah pada semester 4. Kami semua sangat bersedih melihat kenyataan yang terjadi. Karena Reza merupakan orang sangat mudah bergaul dan baik dengan kami. Dia juga sering membuat lelucon cerdas, yang membuat kami selalu bisa tertawa namun juga diselipkan nilai pendidikan. Kami semua, baik teman sejurusan dan teman-teman organisasinya merasa sangat kehilangan. Aku sudah membujuknya agar tidak berhenti kuliah karena dia sudah menjalani setengah jalan untuk menggapai mimpi-mimpinya yang kami tulis bersama dikertas yang tertempel di 7 titik rumah kontrakan kami dulu. Yang membuat aku sangat bersedih pada saat itu ketika dia hendak pulang ke kampung halamannya.
 “ mau kemana Za ? “ tanya ku setelah aku membuka pintu kontrakan sepulangku dari kampus.
 “ pulang kekampung halaman Mi, bisa mati dimakan waktu aku di kota ini. “ jawab Reza tertunduk sambil mengemas pakaian-pakaiannya.
            Aku tak bisa berkata-kata apa-apa lagi pada saat itu. Mataku berkaca-kaca pada saat itu, tampaknya Reza sudah kekeh dengan keputusan yang dipilihnya. Setelah selesai berkemas dia pun berpamitan dengan ku.
“terimakasih Mi, aku minta rela jika ada salah” ucap Fahmi dengan nada sendu sambil menjabat tangan ku.
 “ apa yang aku makan bukan lagi apa yang kamu makan” seketika itu aku tak mampu menahan air mataku.
 Reza pun pergi dengan motornya setelah mengucap salam. Setelah ku tutup pintu aku langsung masuk kekamar. Terasa ada yang sangat berbeda dirumah kontrakanku saat itu. Kertas-kertas mimpi Reza sudah tidak ada tertempel lagi di dinding kamar dan ditempat lain. Mungkin sudah dia lepaskan ketika aku belum sampai dirumah. Ada yang begitu membuatku sangat terharu  ketika melihat sebuah catatan kecil yang tertempel di cermin yang biasa kami pakai untuk latihan berbicara dihadapan umum dikampus. Ada sebuah catatan kecil yang sangat membuat hati ku makin bersedih kehilangan sosok seorang sahabat. Disitu tertulis ...
Untuk langit
Cerita ku sudah usai
Aku tidak bisa memetik impian-impianku yang menggantung padamu
Aku gagal
Ketika itu, pesan yang disampaikan Reza seperti terbaca oleh langit, karena tak lama setelah Fahmi pergi, terjadi hujan gerimis. Ibaratnya, langit menangis ketika melihat Reza yang terjatuh ketika sedang berusaha menggapai impian-impiannya yang tergantung dilangit. Mungkin itu hanya kebetulan atau memang sudah takdir Tuhan.
            Aku sangat sedih mengingat cerita itu setelah bertemu sahabatku Reza ditempat tadi. Namun, kami tidak bisa bercerita banyak karena kelihatannya dia sedang terburu-buru sekali. Padahal sangat banyak pertanyaan yang ingin aku sampaikan kepadanya.
            Tepat pukul 8:20 aku sampai di kampus dan langsung memarkirkan motorku di parkir karyawan. Ada sesuatu yang berbeda ketika aku datang kekampus, aku yang sekarang datang kekampus sebagai  seorang dosen. Aku langsung berjalan menuju ruang kelas dengan rasa penuh semangat. Setiap mahasiswa yang berpapasan denganku pasti ku berikan senyuman. Ditengah jalan aku juga berpapasan dengan seorang mahasiswi cantik dengan baju jubah sasirangan dan dibalut dengan jilbab yang panjang kali lebar berwarna hitam pekat. Menurutku, Jika wanita menggunakan pakaian yang syar’i, sisi keanggunan seorang wanita itu jadi jelas terlihat. Mereka memang sebaik-baik perhiasan dunia. Mereka memang bidadari-bidadari dunia yang tak bersayap.
mahasiswi tersebut tergesa-gesa mengayunkan sepedanya dengan kecepatan tinggi. Bahkan dia hampir menabrakku secara tidak sengaja karena jalan kampus pada saat itu sedang dipadati lalu-lalang mahasiswa, baik itu mahasiswa yang berjalan kaki ataupun yang menggunakan kendaraan. Dia pun berhenti sejenak, dan menoleh kearahku karena ia hampir menyerimpitku.
“maaf kak ” ucapnya dengan sopan dihiasa sedikit senyuman.
“ iya, tidak apa-apa dik” jawabku juga dengan penuh senyuman, mengisyaratkan bahwa tidak terjadi apa-apa dengan diriku.
Setelah itu, Dia pun langsung bergegas pergi. Aku pun berjalan lagi menuju lokal kelas tempat ku mengajar sambil tertawa kecil karena terpikir ucapan mahasiswi tadi yang memanggil ku “kak”.  “hehehe, mungkin wajahku ini masih wajah mahasiswa yaa, sampai-sampai masih dipanggil kakak. “ Pikirku dalam hati sambil tersenyum.
            Aku masuk ke ruang kelas dengan perasaan sedikit deg-degan, maklum hari pertama jadi seorang dosen. Namun, perasaan gugup itu bisa aku atasi karena ketika aku jadi mahasiswa, baik itu ketika S1 ataupun S2 sudah banyak belajar tentang bagaimana berbicara didepan umum. Dulu,  Aku juga sering berlatih dicermin di rumah kontrakanku.
            Aku awali dengan mengucap salam,  yang disahuti dengan penuh semangat oleh mahasiswa/mahasiswi. Aku merperkenalkan diriku secara singkat dan jelas dan disimak dengan baik oleh para mahsiswa.
 “ disini mahasiswa semester 3 semua ya ?” tanyaku .
 “iya pak ” jawab mahasiswa yang wajahnya kelihatan lucu yang duduk di barisan belakang. “baiklah disini bapak akan mengajar mata kuliah sosiologi. Hari ini kan pertemuan pertama, biasanya ngapain ?” tanya ku.
 “perkenalan aja pak” jawab mahasiswa yang wajahnya keliahatan lucu tadi.
 “oke ” “ ketika saya mengabsen nama kalian silakan kenalkan diri kalian dengan singkat, jelas, dan padat.”
            Satu persatu para mahasiswa memperkenalkan diri mereka masing-masing. Mereka datang dari berbagai daerah. Namun, ada satu orang yang tidak hadir pada hari itu. Namanya Mauizatil Hasanah, teman-temannya biasa memanggilnya Sanah. Padahal Dia merupakan mahasiswi yang rajin dan selalu mendapatkan IPK tertinggi dikelasnya tapi entah kenapa hari ini dia tidak bisa berhadir.
“ada yang tahu kemana Si Sanah ?” tanya ku.
 Seorang mahasiswi menjawab “ tadi pagi dia padahal sudah ada dikelas Pak, dia duduk dikursi sambil baca buku. Tapi tiba-tiba ada yang menelponnya, dari bahasa tubuhnya kelihatannya ada yang darurat Pak.”
            Perkenalan sudah selesai, namun masih tersisa waktu 30 menit. Aku sedikit memberikan penjelasan tentang sesuatu yang berhubungan dengan mata kuliah sosiologi. Ku jelasakan sedikit dengan memberikan kisah-kisah inspirasi yang berhubungan dengan kepedulian sosial. Para mahasiswa kelihatan sangat menyimak sekali ceritaku.
            “Pak, ini ada SMS dari Sanah, saya bacakan ya Pak”.  Tolong bilang sama pengajar mata kuliah hari ini saya mohon maaf karena tidak mengikuti mata kuliah beliau, dikarenakan  kakak saya kecelakaan dan kondisinya kritis. Kalian ada yang golongan darah AB gak.... dirumah sakit kehabisan stok. Kalau ada yang tidak keberatan mendonorkan darahnya, agar secepatnya bisa ke RSUD Ulin. Terimakasih..
            Suasana kelas pun jadi gaduh, masing-masing mahasiswa berbicara satu sama lain tanpa terdengar jelas apa yang mereka bicarakan.
“Jadi, disini siapa yang ada golongan darah AB ?” tanya ku untuk mengheningkan suasana. Ada 1 orang mahasiswa dan 1 orang mahasiswi yang mengacungkan tangan.
“kalau tidak keberatan mendonorkan darah, ayo kita ke rumah sakit kebetulan golongan darah saya AB.” Tapi hanya satu orang laki-laki yang bersedia mendonorkan darahnya karena kondisi badan mahasiswi yang satunya sedang kurang sehat. Kami pun bergegas pergi ke Rumah Sakit.
            Aku dan Fendi salah seorang mahasiswa menuju ruangan UGD setelah aku menelpon Sanah.
“ hey, Sanah.” Fendi menyapa seseorang perempuan yang duduk dikursi tunggu UGD.
“ Dia yang bernama Sanah ?” tanyaku kepada Fendi.
“iya Pak, dia cantik kan Pak.” Jawab Fendi sambil tertawa nyeleneh.
            Aku terkejut karena Sanah adalah mahasiswi yang hampir menabrakku dengan sepedanya tadi pagi.
“Fendi, ini siapa ? tanya Sanah.
“beliau dosen mata kuliah Sosiologi kita.”
“ohh “ Sanah tertunduk malu.
 “ maaf untuk kejadian tadi pagi pak.” Ucap sanah dengan tertunduk dan tersenyum malu. “tidak apa-apa “ jawabku santai.
            Sanah mengantar kami ke ruangan donor darah.
“terimakasih banyak Pak, Fendi ,karena sudah bersedia membantu kakak saya.”
 “ Khususnya bapak, padahal kita belum kenal sama sekali.” “saya sebagai dosen pengajar mata kuliah sosiologi sudah sepatutnya peduli dengan sesama yang sedang memerlukan pertolongan.”
            Setelah aku dan Fendi keluar dari ruangan donor darah. Kami tidak melihat lagi batang hidung Sanah didepan ruangan perawatan kakaknya. Kami pun bergegas menuju ruangan perawatan kakaknya Sanah. Kami melihat dari jendela kaca ada satu orang Dokter dan Perawat yang berdiri dihadapan pasien yang tubuhnya sudah tertutup kain putih, disana juga ada Sanah yang sedang tertunduk menangis. Kami mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk oleh dokter. Aku melihat Sanah sangat bersedih, mulutnya tak berbicara namun airmatanya bercucuran deras membasahi pipinya.
“Ikhlaskan kakakmu sanah, ini pasti adalah pilihan terbaik dari Allah untukmu. Maafkan kami yang datang terlambat untuk mendonorkan darah” aku mencoba untuk memotivasinya namun itu tetap tidak mampu mengubah tangisnya menjadi senyuman. Fendi pun hanya terdiam melihat kenyataan yang harus diterima Sanah.
“Rasanya sangat berat untukku mengikhlaskan senyuman ini Pak.” Ucap sanah memecah keheningan sambil tangannya membuka penutup wajah kakaknya yang sudah meninggal.
“Subhanallah.” aku langsung bertasbih melihat wajah kakaknya yang meninggal dalam kondisi tersenyum. Dibalik kekagumanku aku juga terkejut melihat orang yang terbaring meniggalkan senyuman itu. Aku sangat mengenali wajah tersebut, wajah orang yang masih belum hilang dipikiranku. Mataku pun tak mampu menahan airmata yang ingin keluar dari persembunyiannya.
“kenapa Bapak menangis ? tanya Sanah.
“Reza  ini kakakmu ? aku balik bertanya.
“Iya Pak, nama kakakku Reza. Bapak kenal ? ”
“Kakakmu ini adalah sahabat Bapak ketika kuliah, dia merupakan sosok inspirasi dan juga sering memotivasi ketika Bapak sedang tertimpa masalah pada zaman kuliah.” Sanah jadi terkejut mendengar ceritaku.
“Oh..jadi Bapak yang bernama Fahmi, kakakku pernah bercerita tentang Bapak.”  Kata Sanah dengan penuh semangat.
“Setelah Ayah meninggal Kak Reza bekerja keras untuk menafkahi keluarga, karena Ibu juga sakit-sakitan sepeninggal Ayah. Aku bisa kuliah di kota ini pun dari hasil keringat Kak Reza. Tanpa meminta, setiap bulan Kak reza selalu mengirimkan uang yang bagiku sudah lebih dari cukup untuk keperluanku kuliah. Aku selalu ingin meraih prestasi dikampus agar perjuangan dan lelah Kak reza tidak sia-sia. Setiap perlombaan aku ikuti agar jika aku juara, uang nya bisa membeli buku dan mengurangi beban kak Reza. Aku juga sangat serius dalam belajar supaya bisa mendapatkan beasiswa. Dia adalah sayapku, sayap yang membuatku bisa terbang setinggi ini. Sebelum aku kekampus pagi tadi, Kak reza mengirimiku SMS nasehat yang sangat dalam maknanya bagiku. Dan aku tidak menyangka ternyata itu adalah nasehat terakhirnya untuk berpamitan denganku. Sanah menghidupkan HP nya dan membacakan isi SMS kakaknya. Kami pun mendengarkan dengan seksama dan sesaat suasana jadi hening.
Dari langit
Ceritamu baru dimulai
Kamu pasti bisa memetik impian-impian kakak yang masih tergantung dilangit
Kamu pasti berhasil
Sayapmu takkan pernah patah
” Sanah bercerita dihiasi dengan airmatanya yang bercucuran tiada henti. Kami yang ada diruangan itu pun tak mampu menahan untuk tidak menangis mendengar kisah mengharukan itu.
Aku mencoba memberikan motivasi kepada Sanah.
“kamu jangan berhenti kuliah Sanah, Aku akan menanggung semua keperluan kuliahmu. Jangan kamu kecewakan kakakmu, seperti yang sudah ia katakan bahwa sayapmu takkan pernah patah apapun yang terjadi. Kakakmu pasti bahagia dilangit sana, dia sudah melebihi apa yang dicita-citakannya, dia sudah berada diatas langit, dan dia sudah berjalan diatas impian-impiannya. Kakakmu, Reza akan tersenyum diantara bintang-bintang jika kamu menjadi sukses. Jika kamu patahkan sayapmu kamu tidak akan bisa terbang keatas langit sana untuk bertemu dengan kakakmu. Dan kamu tidak akan mendapatkan senyuman dari langit.”
 Aku bercerita dengan penuh penghayatan dan penuh pengharapan agar Sanah mau menerima tawaranku.
“Terimakasih Pak, jangan repot-repot. Saya tidak ingin membebani Bapak” ucap Sanah dengan nada menolak.
“tolong jangan tolak tawaran Bapak, Sanah. Anggap saja ini balas budi ku kepada kakakmu yang sangat banyak membantuku pada masalalu. Dunia pendidikan tak boleh kehilangan sosok seperti kamu, cukuplah dimasa lalu langit kehilangan salah satu bintangnya, ketika kakakmu Reza berhenti kuliah.” Aku terus berusaha membujuk Sanah, sampai akhirnya dia menerima tawaranku setelah berpikir sedikit lama untuk mempertimbangkannya.
“Baiklah Pak, walaupun kita baru kenal. Tapi karena Bapak adalah sahabat Kak Reza pasti Bapak juga orang yang luar biasa”. Ucap Sanah sambil tersenyum kepadaku.
Aku sangat senang sekali mendengar jawaban Sanah. Dia berjanji untuk belajar bersungguh-sungguh agar bisa mendapatkan beasiswa dan juga ia ingin mencari pekerjaan sampingan untuk mengisi waktu kosong agar bisa tidak terlalu membebaniku dalam mencukupi keperluannya. Sanah ingin terbang lebih tinggi walaupun angin yang akan dia hadapi akan lebih kencang. Dia tak ingin kehilangan senyuman yang datang dari langit .


Selasa, 13 Desember 2016

cerpen pemula :)



Api di Bulan Suci
By Muhammad Marzuki
Sahurr....sahurr.... suara-suara pengurus mesjid saling bersahutan dari satu mesjid dengan mesjid yang lainnya, untuk membangunkan dan membukakan mata bagi yang mendengarnya. Begitu pula dengan aku, ku ambil Hp yang ada disamping tempat tidurku dan  kulihat jam sudah menunjukkan pukul 3:10 WITA. Ku usap-usap mataku sambil tak lupa berdo’a dan mengucap syukur karena masih diberikan-Nya kesanggupan untuk bernafas dan diberikan-Nya kesempatan hidup setelah mati untuk sementara. Akupun segera beranjak dari tempat tidurku dan menuju kamar mandi untuk mencuci muka agar bisa memberikanku rasa segar di pagi buta dikala orang-orang  yang tidak berpuasa masih terlelap dalam tidurnya.
Seperti biasa makanan sudah tersusun rapi dan siap untuk disantap. Mataku langsung tertuju pada salah satu hidangan makan yang berwarna merah. Ya ..itu adalah sambal. Aku sangat menyukai itu. kenapa ? karena, rasanya kalau makan tanpa sambal ibarat langit malam yang tanpa bintang-bintang. Hehehe. Aku makan dengan lahapnya samping butir nasi yang terakhir. Setelah menghabiskan air putih yang penuh didalam gelasku, bersegera aku menggosok gigi, dan kembali  ketempat tidur.
            Sambil duduk ditempat tidur ku, aku memainkan game yang ada di HP ku dengan penuh semangat, main game aja semangat, apalagi hidup..hehe. ketika sudah sangat fokus bermain game, tiba-tiba terdengar suara dari luar rumah, suaranya sangat tegas dan terdengar panik. Setelah ku dengar baik-baik, ternyata orang tersebut berteriak ...kebakaran...kebakaran.. serentak aku jadi terkejut dan langsung beranjak dari tempat tidurku dan keluar dari rumah untuk melihat keadaan diluar. Ternyata memang benar terjadi kebakaran kurang lebih 300 meter dari rumah ku, apinya terlihat jelas dan menjulang tinggi, setinggi pohon kelapa didekat sana. Seluruh anggota keluarga dirumah ku dan tetangga ku berkeluaran dari rumah masing-masing untuk melihat langsung kebakaran tersebut.
            Dengan tergesa-gesa aku mengeluarkan sepeda motor ku untuk pergi ke sumber api. Tapi tiba-tiba orangtua ku dan kakak ku mencegahnya, karena di jalan didepan rumah ku sudah rame orang berlarian ke tempat terjadi kebakaran. Tanpa berpikir panjang, aku langsung berlari dengan cepat ke TKP sambil membawa satu ember. Kami sama-sama meneriakkan...kebakaran...kebakaran...kaki ku terasa sakit, karena terinjak batu sepanjang perjalanan baru kusadari aku tidak mengenakan sendal. Memang, jalan di desa ku tidak di aspal sehingga banyak batu kerikil yang berserakan di jalan. Aku kurang tahu, apakah karena desa kami begitu terpencil, atau karena korban korupsi kerakusan pejabat-pejabat tinggi.
            Api semakin membesar ketika kami sudah sampai di TKP, tanpa perintah apapun semua orang yang ada disitu langsung berjejer dari pinggir sungai sampai didepan toko pakaian yang terbakar tersebut, menyiram api dengan peralatan seadanya dari dua sisi yang berbeda agar bisa lebih cepat dalam memadamkan api yg semakin membesar. Untung saja desa ku ini dekat dengan sungai, dan sedang tidak berangin yang bisa melalap rumah-rumahyang ada disampingnya, jadi lebih mudah dalam proses pemadaman. Masyarakat berusaha memadamkan api secepat mungkin dengan berbagai macam cara, ada yang menyiram dari atas atap rumah yang ada disamping toko yang terbakar, ada juga yang langsung menyiram mendekati sumber  api tanpa peduli lagi rasa panas. Semua orang yang ada disitu tampak mendapatkan kekuatan yang datangnya entah darimana sehingga bisa tahan panas, bisa mengangkat ember besar yang terisi penuh oleh air dan tidak merasa berat. Mungkin ini yang namanya the power of kepepet. hehe. Semua orang berteriak dengan penuh semangat, tanpa peduli lagi keadaan mereka, ada yang hanya menggunakan sarung, celana pendek, tanpa menggunakan baju, tanpa sandal yaitu; aku. Hehee.
            Api melahap toko dengan sangat cepat, mungkin karena bangunan tokonya terbuat dari kayu dan didalam toko tersebut banyak terdapat pakaian. Rumah yang ada disamping toko bergegas mengeluarkan barang berharga yang ada dirumahnya, takutnya api menyebar ke rumahnya. Satu per satu barang-barang dikeluarkan dari rumah dengan dibantu oleh sebagian warga. Setelah selesai menyusun barang-barang tersebut ditempat yang jauh dari titik kebakaran tersebut. Tiba-tiba si ibu teringat bahwa masih ada sesuatu yang sangat berharga yang ketinggalan didalam rumah, dengan segera si ibu tersebut berlari denga tergesa-gesa sambil berteria,, anak ku....anak ku. Ya, ternyata anak si ibu yang masih balita masih ada didalam rumah, mungkin karena saking paniknya sampai-sampai terlupa dengan sang anak. Si ibu tidak peduli dengan rasa panas karena dekat dengan titk api untuk masuk kedalam rumah dan menjemput sang anak. Setelah mengangkat anaknya yang masih dalam keadaan tertidur si ibu langsung bergegas  keluar rumah dan menjauhi titik api. Sambil menghela nafas si ibu mengucap syukur karena tidak terjadi apa-apa dengan anaknya.
            Para warga masih berusaha memadamkan api dengan peralatan seadanya, namun ada sebagian warga yang diperintahkan mengambil mesin semprotan air yang besar yang biasa dipakai untuk mengairi persawahan di desaku. Api sudah mulai mengecil tapi para tetap bersemangat tanpa mengenal rasa lelah. Pemandangan ini tampak menjadi tontonan menarik oleh masyarakat, karena kebakaran jarang sekali terjadi di desa ku. Anak-anak, ibu-ibu dan para orang tua hanya bisa terkagum-kagum melihat api yang menghanguskan sebuah toko pakaian tersebut. Mungkin ibu-ibu berpikir, sejahat ini kah api ketika dia besar, padahal api yang kecil sangat membantu kami untuk memasak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Ketika dirumah api menjadi teman, tapi pada saat ini dia menjadi lawan kami.
            Tak beberapa lama mesin semprotan air datang dibawa oleh beberapa orang karena mesin ini berat jadi tidak mungkin diambil seorang diri. Para warga langsung bekerja sama untuk mempersiapkan mesin semprotan air. Setelah mesin menyala, para warga bergotong-royong mengangkat pipa air untuk segera menyemprot api yang tegak menyala. Api pun bisa dengan cepat sedikit demi sedikit di padamkan. Ketika api sudah hampir padam, pemadam kebakaran dari kecamatan datang tiba-tiba, mungkin ada salah satu warga yang menghubungi ataupun panggilan dari kepala desa. Namun, karena kedatangan pemadam kebakaran ini terlambat, para warga menyambutnya secara tidak hormat. Banyak kata-kata yang tidak senonoh bernuansa negatif yang dilontarkan para warga kepada para pemadam kebakaran sehingga membuat suasana menjadi agak tegang.
            Ketika sampai di TKP, Para anggota pemadam kebakaran langsung menyemprot api yang masih tersisa, walaupun sudah hampir padam. Para warga dengan tenang menyaksikan aksi para pemadam dalam memadamkan api. Tak selang beberapa menit api pun berhasil dipadamkan dengan sempurna. Para warga mengucap syukur kepada Allah SWT karena api sudah padam. Para pemadam pun segera pulang ketika sudah selesai melaksanakan tugas. Para warga pun mulai pulang kerumah masing-masing, dan sebagian warga membantu membersihkan apa yang perlu di bersihkan, membantu memasukkan barang-barang warga yang diangkut keluar rumah.
            Aku pun kembali kerumah dengan kondisi basah dan kotor dengan berjalan kaki, sejenak ku berpikir tentang kejadian hari ini. Di bulan yang suci yakni bulan ramadhan terjadi sebuah musibah di waktu sahur yang membuat masyarakat seperti diberi efek kejut. Banyak hal positif yang bisa dilihat dari kejadian ini, namun sudah pasti sesuatu yang bersifat negatif pun ada terselip di dalamnya. Ada sebagian warga yang belum sempat makan sahur, namun dengan rasa peduli yang tinggi kepada tetangga mereka rela mungkin hanya mengisi perut dengan segelas air putih untuk menyempatkan sahur. Demi keselamatan anggota warga yang lain mereka tak peduli lagi dengan kondisi mereka. Para pemadam pun sudah melaksanakan tugas mereka semaksimal mungkin walaupun datangnya terlambat, mungkin karena fasilitas jalan untuk menuju ke TKP yang menyulitkan mereka datang tepat waktu. Bapak kepala desa pun menyampaikan maaf kepada para pemadam kebakaran karena para warga menyambut mereka dengan kurang hormat, mungkin saja pada saat itu pikiran warga sedang tidak stabil karena suasana sedang panik-paniknya.
            Adzan subuh berkumandang ketika aku sampai dirumah, aku pun bersegera membersihkan kaki disungai dan setelah itu langsung masuk kerumah bersegera untuk mandi. Banyak hikmah yang bisa ku ambil dari kejadian yang baru saja terjadi, ujian bagi yang punya toko dan pelajaran bagi ku, serta sebuah pengalaman yang sangat berharga yang takkan pernah kulupakan sepanjang hidup. Setelah selesai mandi, aku pun bersiap-siap pergi ke mesjid yang berada tak jauh dari rumah ku.

Selasa, 29 November 2016

Asmaul Husna



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Asmaul Husna secara harfiah berarti nama-nama yang terbaik. Istilah ini diambil dari beberapa ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah mempunyai berbagai nama yang terbaik. Melalui nama-nama tersebut, umat Islam bisa mengetahui keagungan Allah dan menyeru dengan nama-nama tersebut ketika berdo’a atau mengharap kepada-Nya. Ajaran mengenai Asmaul Husna ini sudah banyak diamalkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagian amalan (wirid) yang mendatangkan manfaat secara nyata dalam kehidupan.
            Akan tetapi, dibalik semua ini, masih perlu dipertanyakan peran Asmaul Husna dalam kehidupan kaum muslimin sehari-hari, sebab pengajaran agama di masyarakat tampaknya masih kurang memperhatikan hal ini. Sebagai contoh, ada lukisan kaligrafi Asmaul Husna yang berharga jutaan rupiah terpampang di rumah sebagai kebanggaan, tetapi belum dihayati maknanya.
            Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis makalah yang membahas tentang nama-nama terbaik Allah (Asmaul Husna).
B. Rumusan Masalah
     1. Apa definisi Asmaul Husna ?
     2. Apa definisi dari 3 nama Asmaul Husna, al-Hafidz, al-Muqit, al-Hasib ?
C. Tujuan
     1. Untuk menjelaskan definisi Asmaul Husna
2. Untuk menjelaskan definisi dari 3 nama Asmaul Husna, al-Hafidz, al-Muqit,   al-Hasib
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asmaul Husna
            Asmaul Husna (al-Asma al-Husna) secara harfiah berarti nama-nama yang terbaik. Istilah ini diambil dari beberapa ayat al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah mempunyai berbagai nama yang terbaik. Melalui nama-nama tersebut, umat islam bisa mengetahui keagungan Allah dan menyeru dengan nama-nama tersebut ketika berdo’an dan mengaharap kepada-Nya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa nama-nama terbaik bagi Allah itu ada 99 buah. Kesembilan puluh sembilan nama terbaik inilah yang disebut dengan Asmaul Husna.[1]
            Dari  sisi lain, Asmaul Husna juga perlu dikaitkan dengan kehidupan setiap orang. Nabi Muhammad pernah menegaskan “siapa yang mampu membilangnya maka akan masuk surga”. Memang ada perbedaan pendapat tentang arti “membilang” tersebut. Ada seorang ahli yang berpendapat cukup dengan menghapalnya. Adapun yang lain beranggapan bahwa maksud  “membilang” adalah menghayatinya dalam kehidupan. Pengertian yang terakhir ini diperkuat oleh sebuah hadis Nabi yang menyatakan “berperilakulah kalian dengan perilaku Allah”. Hadis ini menganjurkan agar setiap  muslim bersikap dan berperilaku dengan ‘kepribadian’ Allah. Adapun ‘kepribadian’ Allah banyak ditunjukkan oleh nama-nama-Nya yang terbaik (asmaul husna)  sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an dan Hadis.[2]
            Dengan demikian, keberadaan Asmaul Husna dalam agama Islam mempunyai beberapa aspek. Pertama, menjelaskan “kepribadian” Allah, sehingga setiap orang akan bisa mengenal Allah dengan baik. Kedua, nama-nama terbaik itu bisa digunakan manusia untuk meminta pertolongan ketika berdo’a kepada Allah. Ketiga, demi tegaknya moral yang  baik dalam kehidupan maka setiap orang perlu mewujudkan makna “kepribadian” Allah dalam kehidupannya pribadi, atau hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia,  alam semesta, dan Tuhan. Keempat, jika kurang mampu menghayati dalam kehidupan, minimal bisa membacanya secara rutin  setiap hari, sehingga dapat menghapalnya di luar kepala. Kalau disederhanakan maka akan hanya ada dua  fungsi utama Asmaul Husna, yaitu: bagi Allah, untuk menjelaskan kepribadian-Nya, dan bagi hamba (manusia) untuk tegaknya moral yang  baik dalam kehidupan.[3]
     1. Nama yang ke-39: Al-Hafidz (Yang Maha Pemelihara)
            Al-Hafidz merupakan salah satu nama terbaik Tuhan yang menunjukkan sifat-Nya Yang Maha Pemelihara.[4] Dialah sang pemelihara. Pemeliharaan-Nya dapat dilihat dari dua segi: pertama, meneruskan dan melestarikan eksistensi segala yang ada. Kedua, menjaga keseimbangan antar berbagai unsur yang bertentangan. Keharmonisan alam semesta ini merupakan hasil penjagaan Tuhan yang dapat menyeimbangkan antara unsur-unsur yang bertentangan seperti antara unsur-unsur panas, dingin, kering, basah dalam tubuh manusia. Allah juga menciptakan alat-alat pertahanan bagi para makhluk-Nya guna kelangsungan hidupnya seperti tanduk pada kijang, sayap pada burung, akal pada manusia, dan sebagainya.[5] Nama ini tersebut dalam Al-Qur’an dan termaktub  dalam hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan Imam Tirmidzi. Diantara ayat Al-Qur’an yang menyebutkan nama itu adalah :
          bÎ*sù (#öq©9uqs? ôs)sù /ä3çGøón=ö/r& !$¨B àMù=Åöé& ÿ¾ÏmÎ/ óOä3ös9Î) 4 ß#Î=÷tGó¡our În1u $·Böqs% ö/ä.uŽöxî               Ÿwur ¼çmtRrŽÛØs? $º«øx© 4 ¨bÎ) În1u 4n?tã Èe@ä. >äóÓx« ÔáÏÿym ÇÎÐÈ  
57. Jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha pemelihara segala sesuatu.
            Penjagaan dan pemeliharan Allah  meliputi alam semesta. Dijaganya perjalanan matahari, bulan, bintang, bumi dan planet-planet lainnya agar jangan sampai bergeser dari relnya masing-masing. Dipelihara hukum  dan  sunnah-Nya yang diciptakan-Nya pada alam ini agar jangan sampai berubah. Dipelihara-Nya seorang bayi yang baru lahir. Disediakan-Nya air susu ibu, si ibu dengan kasih sayang mendekap dan menyusui anaknya, tidak terasa payah dan letih meskipun harus bangun ditengah malam.[6]
            Setiap muslim harus meyakini bahwa hanya Allah-lah yang memelihara diri dan hartanya, memelihara keluarga dan  bangsanya, serta memelihara tanah air dan jabatan yang dipegangnya. Keyakinan ini harus selalu tertanam dengan kuat dalam hati setiap orang dalam menghadapi berbagai problema hidup yang sering mendorongnya harus mencari pelindung tertentu  yang dianggap sebagai pemeliharanya. Hal ini  sangat perlu dilakukan,  jika seseorang ingin selamat dari perbuatan syirik yang kadang-kadang bisa terjadi tanpa terasa karena kebodohannya.[7]
             Keyakinan terhadap kemahapemeliharaan Allah terhadap alam semesta ini juga mendorong seseorang untuk merenungkan, bahkan menyaksikan, segala aturan yang berlaku yang ditetapkan Allah dalam alam ini (sunnatullah). Keserasian dan keseimbangan antara komponen-komponen jagat raya menyebabkan tetap terpeliharanya eksistensinya hingga saat ini. Misalnya, adanya lapisan ozon di angkasa merupakan penangkal kehancuran makhluk hidup di bumi ini dari sengatan terik panas matahari. Tak  ada kehidupan di bumi  ini tanpa adanya lapisan ozon. Bagi seorang muslim, hal inilah yang merupakan hukum Tuhan, yang memelihara kehidupan tetap ada sampai saat ini dengan tetap adanya lapisan ozon antara bumi dan matahari. Masih banyak lagi contoh lain yang menjadi pertanda bahwa Allah-lah pemelihara alam semesta.[8]
2. Nama yang ke-40: al- Muqit (Yang Maha Menjadikan/Memberi Makan)
       Dialah yang menciptakan makanan dan memberikannya kepada tubuh-tubuh berupa makanan, atau diberikannya kepada hati manusia berupa ma’rifah. Pengertian ini dekat dengan makna ar-Razzaq, tetapi al­-Muqit lebih khusus yaitu menyangkut makanan saja, sedangkan ar-Razzaq lebih umum.[9] Menurut pengarang al-Mukhtashar, pengertian al-Muqit kadang-kadang adalah “Maha Kuasa Yang Mutlak”. Akan tetapi, pengertiannya yang biasa adalah pencipta segala makanan pokok, baik untuk fisik maupun spritual. Dialah pula yang memberikan makanan tersebut sebagai penyangga eksistensi sebagai wujud, baik fisik maupun spritual. Nama ini disebut sekali dalam Al-Qur’an dengan arti yang berbeda  dari makna tersebut, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa (tunggal atau satu-satunya), sebagaimana tersebut dalam firman Allah Qur’an surah An-nisaa ayat 85:
     `¨B ôìxÿô±o ºpyè»xÿx© ZpuZ|¡ym `ä3tƒ ¼ã&©! Ò=ŠÅÁtR $pk÷]ÏiB ( `tBur ôìxÿô±o Zpyè»xÿx© Zpy¥ÍhŠy `ä3tƒ                      ¼ã&©! ×@øÿÏ. $yg÷YÏiB 3 tb%x.ur ª!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« $\FÉ)B ÇÑÎÈ  

85. Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik[325], niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk[326], niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[325] Syafa'at yang baik Ialah: Setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak seorang Muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan.
[326] Syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik.[10]
        Muslim yang yakin bertuhankan al-Muqit tidak akan meminta sesuatu apapun untuk dirinya, fisik dan spritualnya, kecuali kepada Allah. Siang malam bekerja memeras keringat dan membanting tulang dalam berusaha, harus tetap memohon kepada Allah. Begitu pula masalah pergantian profesi dalam hidup seseorang, tidak perlu menimbulkan keresahan. Profesi hanya merupakan salah satu “sebab” yang dijadikan Allah sarana memberi rezeki yang diperlukan makhluk-Nya dalam menjalani kehidupan ini. Kesadaran bertuhankan al-Muqit sangat perlu ditanamkan dalam kalbu. Begitu pula dalam menuntut ilmu pengetahuan yang merupakan makanan pokok bagi spritual seseorang, seorang muslim harus tetap hanya memohon kepada Tuhan yang menciptakan dan memberikan hal itu kepadanya. Oleh karena  itu, dalam menuntut ilmu pengetahuan, setiap hamba harus mengharap agar makanan utama spiritnya itu diberikan Tuhan kepadanya.[11]
3. Nama yang ke-41: al-Hasib (Yang Maha Menghitung/Maha Mencukupkan)
       Dialah yang mencukupkan keperluan setiap orang. Kecukupan seseorang diperlukan untuk  kecukupan wujudnya, kelestarian wujudnya, dan kesempurnaan wujudnya. Semua ini hanya dapat diberikan oleh Yang Maha Cukup dan Maha Sempurna karena segala  sesuatu bergantung pada-Nya.[12] Nama terbaik Tuhan, al-Hasib, mempunyai banyak pengertian,  diantaranya: Tuhan Yang Maha Mencukupkan. Maksudnya, segala kebutuhan manusia yang banyak sekali, baik untuk fisiknya maupun spritualnya  dalam hidup  ini,  hanya Tuhan, al-Hasib, yang mampu memenuhinya. Orang yang merasa dicukupkan segala kebutuhannya oleh Tuhan, dan kepada-Nya ia bertawakal dalam segala-galanya, dalam Al-Qur’an  disebut berkeyakinan “hasbiyallah” (cukuplah Allah bagiku), sebagaimana firman Allah dalam  Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 129:
       bÎ*sù (#öq©9uqs? ö@à)sù š_É<ó¡ym ª!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( Ïmøn=tã àMù=ž2uqs? ( uqèdur >u ĸöyèø9$# ÉOŠÏàyèø9$# ÇÊËÒÈ  
129. Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung".[13]
   Allah telah memberikan serba cukup untuk makhluk dalam alam semesta ini sesuai dengan takdir dan ketentuannya. Qodlo dan Qodar sudah Allah tentukan pada Azali. Sesuai dengan  takdir-Nya, setiap orang manusia sudah menerima dengan rela atas takdir yang ditentukan untuknya sewaktu Allah tiupkan  ruhnya kedalam  rahim ibu. Tetapi di satu pihak manusia yang memiliki “nafsu” ingin melebihi dari  apa yang ditentukan takdir. Padahal, bagaimanapun juga, tidak ada seorang pun anak manusia ini yang mampu melebihi dari apa yang sudah tercatat pada kitab Allah SWT. Firman Allah dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 6 :
   * $tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# žwÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètƒur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyŠöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÏÈ  
6. Dan tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya[710]. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
[709] Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa.
[710] Menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan tempat berdiam di sini ialah dunia dan tempat penyimpanan ialah akhirat. dan menurut sebagian ahli tafsir yang lain maksud tempat berdiam ialah tulang sulbi dan tempat penyimpanan ialah rahim.[14]
   Dengan berkeyakinan bahwa Tuhan al-Hasib akan memperhitungkan segala perbuatan manusia, niscaya seorang muslim akan selalu berhati-hati dalam berbuat dan berkata-kata, termasuk lintasan pikiran yang menjadi motivasi dalam hal itu. Dia tahu bahwa apapun niat, perbuatan, dan perkataan yang dilakukannya, betapapun kecilnya tetap akan diperhitungkan oleh Allah. Perhitungan hanya terfokus pada dua hal: berapa kebaikan yang sudah dihasilkan dan berapa perbuatan buruk yang dilakukan dalam usia yang sudah berlalu. Baik dan buruk disini tentu saja sesuai dengan pandangan Tuhan al-Hasib, karena Dialah nanti yang akan memperhitungkan. Sebaiknya, dalam setiap napas kehidupan dilakukan perhitungan itu. Minimal sehari sekali dilakukan perhitungan untuk mengevaluasi diri dalam menghadapi kehidupan selanjutnya. Banyaknya perbuatan baik, tidak untuk arogan kepada orang lain, tetapi untuk perbaikan masa depan, dari segi  kualitas dan kuantitas. Sebaliknya, banyaknya perbuatan buruk mendorong berbuat tobat, agar segala perbuatan itu dihapus oleh Allah karena sudah disesali terjadinya dan tak dilakukan lagi pada masa depan.[15]


BAB III
KESIMPULAN
            Jika direnungkan dan diresapi secara mendalam arti dari nama-nama Allah yang 99 tersebut, maka seorang muslim tidak akan berani mengerjakan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan dia akan menjadi orang yang takwa, patuh dan tunduk kepada-Nya. Seorang muslim pasti akan berusaha memelihara kalbunya dan segala anggota tubuhnya dari objek kemarahan Allah karena sudah meyakini bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Pemelihara. Seseorang juga pasti akan berusaha menjadi hamba yang selalu bersyukur, karena sudah mengenal Tuhan Yang Maha Memberi Makanan. Seorang muslim juga pasti akan selalu berhati-hati dalam berbuat dan berkata-kata, karena sudah berkeyakinan bahwa Allah akan memperhitungkan segala perbuatan dan perkataannya.


DAFTAR PUSTAKA
Haderanie, Asma’ul  Husna Sumber Ajaran Tauhid/Tasawuf, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,2004), hlm.153
Hasanah, Mila, Asma al-Husna Sebagai Paradigma Pengembangan Materi Pendidikan Islam, Banjarmasin: Institut Agama Islam Negeri Antasari, 2004
Jahja, M. Zurkani , 99 Jalan Mengenal Tuhan, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010



[1] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, ( Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010) hlm. xv-xvi
[2] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm xviii
[3] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, ( Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010) hlm. xviii
[4] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 303          
[5] Mila Hasanah, Asma al-Husna Sebagai Paradigma Pengembangan MateriPendidikan Islam, (Banjarmasin: Institut Agama Islam Negeri Antasari, 2004) hlm. 54-55
[6] Haderanie HN, Asma’ul  Husna Sumber Ajaran Tauhid/Tasawuf, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,2004), hlm.153
[7] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm. 305-306
[8] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 306
[9] Mila Hasanah, Asma al-Husna Sebagai Paradigma Pengembangan MateriPendidikan Islam, hlm. 55
[10]  M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 311
[11] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 313-314
[12] Mila Hasanah, Asma al-Husna Sebagai Paradigma Pengembangan MateriPendidikan Islam, hlm. 55
[13] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 319
[14] Haderanie HN, Asma’ul  Husna Sumber Ajaran Tauhid/Tasawuf. Hlm 160
[15] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 322-323