Selasa, 29 November 2016

Asmaul Husna



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Asmaul Husna secara harfiah berarti nama-nama yang terbaik. Istilah ini diambil dari beberapa ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah mempunyai berbagai nama yang terbaik. Melalui nama-nama tersebut, umat Islam bisa mengetahui keagungan Allah dan menyeru dengan nama-nama tersebut ketika berdo’a atau mengharap kepada-Nya. Ajaran mengenai Asmaul Husna ini sudah banyak diamalkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagian amalan (wirid) yang mendatangkan manfaat secara nyata dalam kehidupan.
            Akan tetapi, dibalik semua ini, masih perlu dipertanyakan peran Asmaul Husna dalam kehidupan kaum muslimin sehari-hari, sebab pengajaran agama di masyarakat tampaknya masih kurang memperhatikan hal ini. Sebagai contoh, ada lukisan kaligrafi Asmaul Husna yang berharga jutaan rupiah terpampang di rumah sebagai kebanggaan, tetapi belum dihayati maknanya.
            Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis makalah yang membahas tentang nama-nama terbaik Allah (Asmaul Husna).
B. Rumusan Masalah
     1. Apa definisi Asmaul Husna ?
     2. Apa definisi dari 3 nama Asmaul Husna, al-Hafidz, al-Muqit, al-Hasib ?
C. Tujuan
     1. Untuk menjelaskan definisi Asmaul Husna
2. Untuk menjelaskan definisi dari 3 nama Asmaul Husna, al-Hafidz, al-Muqit,   al-Hasib
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asmaul Husna
            Asmaul Husna (al-Asma al-Husna) secara harfiah berarti nama-nama yang terbaik. Istilah ini diambil dari beberapa ayat al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah mempunyai berbagai nama yang terbaik. Melalui nama-nama tersebut, umat islam bisa mengetahui keagungan Allah dan menyeru dengan nama-nama tersebut ketika berdo’an dan mengaharap kepada-Nya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa nama-nama terbaik bagi Allah itu ada 99 buah. Kesembilan puluh sembilan nama terbaik inilah yang disebut dengan Asmaul Husna.[1]
            Dari  sisi lain, Asmaul Husna juga perlu dikaitkan dengan kehidupan setiap orang. Nabi Muhammad pernah menegaskan “siapa yang mampu membilangnya maka akan masuk surga”. Memang ada perbedaan pendapat tentang arti “membilang” tersebut. Ada seorang ahli yang berpendapat cukup dengan menghapalnya. Adapun yang lain beranggapan bahwa maksud  “membilang” adalah menghayatinya dalam kehidupan. Pengertian yang terakhir ini diperkuat oleh sebuah hadis Nabi yang menyatakan “berperilakulah kalian dengan perilaku Allah”. Hadis ini menganjurkan agar setiap  muslim bersikap dan berperilaku dengan ‘kepribadian’ Allah. Adapun ‘kepribadian’ Allah banyak ditunjukkan oleh nama-nama-Nya yang terbaik (asmaul husna)  sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an dan Hadis.[2]
            Dengan demikian, keberadaan Asmaul Husna dalam agama Islam mempunyai beberapa aspek. Pertama, menjelaskan “kepribadian” Allah, sehingga setiap orang akan bisa mengenal Allah dengan baik. Kedua, nama-nama terbaik itu bisa digunakan manusia untuk meminta pertolongan ketika berdo’a kepada Allah. Ketiga, demi tegaknya moral yang  baik dalam kehidupan maka setiap orang perlu mewujudkan makna “kepribadian” Allah dalam kehidupannya pribadi, atau hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia,  alam semesta, dan Tuhan. Keempat, jika kurang mampu menghayati dalam kehidupan, minimal bisa membacanya secara rutin  setiap hari, sehingga dapat menghapalnya di luar kepala. Kalau disederhanakan maka akan hanya ada dua  fungsi utama Asmaul Husna, yaitu: bagi Allah, untuk menjelaskan kepribadian-Nya, dan bagi hamba (manusia) untuk tegaknya moral yang  baik dalam kehidupan.[3]
     1. Nama yang ke-39: Al-Hafidz (Yang Maha Pemelihara)
            Al-Hafidz merupakan salah satu nama terbaik Tuhan yang menunjukkan sifat-Nya Yang Maha Pemelihara.[4] Dialah sang pemelihara. Pemeliharaan-Nya dapat dilihat dari dua segi: pertama, meneruskan dan melestarikan eksistensi segala yang ada. Kedua, menjaga keseimbangan antar berbagai unsur yang bertentangan. Keharmonisan alam semesta ini merupakan hasil penjagaan Tuhan yang dapat menyeimbangkan antara unsur-unsur yang bertentangan seperti antara unsur-unsur panas, dingin, kering, basah dalam tubuh manusia. Allah juga menciptakan alat-alat pertahanan bagi para makhluk-Nya guna kelangsungan hidupnya seperti tanduk pada kijang, sayap pada burung, akal pada manusia, dan sebagainya.[5] Nama ini tersebut dalam Al-Qur’an dan termaktub  dalam hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan Imam Tirmidzi. Diantara ayat Al-Qur’an yang menyebutkan nama itu adalah :
          bÎ*sù (#öq©9uqs? ôs)sù /ä3çGøón=ö/r& !$¨B àMù=Åöé& ÿ¾ÏmÎ/ óOä3ös9Î) 4 ß#Î=÷tGó¡our În1u $·Böqs% ö/ä.uŽöxî               Ÿwur ¼çmtRrŽÛØs? $º«øx© 4 ¨bÎ) În1u 4n?tã Èe@ä. >äóÓx« ÔáÏÿym ÇÎÐÈ  
57. Jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha pemelihara segala sesuatu.
            Penjagaan dan pemeliharan Allah  meliputi alam semesta. Dijaganya perjalanan matahari, bulan, bintang, bumi dan planet-planet lainnya agar jangan sampai bergeser dari relnya masing-masing. Dipelihara hukum  dan  sunnah-Nya yang diciptakan-Nya pada alam ini agar jangan sampai berubah. Dipelihara-Nya seorang bayi yang baru lahir. Disediakan-Nya air susu ibu, si ibu dengan kasih sayang mendekap dan menyusui anaknya, tidak terasa payah dan letih meskipun harus bangun ditengah malam.[6]
            Setiap muslim harus meyakini bahwa hanya Allah-lah yang memelihara diri dan hartanya, memelihara keluarga dan  bangsanya, serta memelihara tanah air dan jabatan yang dipegangnya. Keyakinan ini harus selalu tertanam dengan kuat dalam hati setiap orang dalam menghadapi berbagai problema hidup yang sering mendorongnya harus mencari pelindung tertentu  yang dianggap sebagai pemeliharanya. Hal ini  sangat perlu dilakukan,  jika seseorang ingin selamat dari perbuatan syirik yang kadang-kadang bisa terjadi tanpa terasa karena kebodohannya.[7]
             Keyakinan terhadap kemahapemeliharaan Allah terhadap alam semesta ini juga mendorong seseorang untuk merenungkan, bahkan menyaksikan, segala aturan yang berlaku yang ditetapkan Allah dalam alam ini (sunnatullah). Keserasian dan keseimbangan antara komponen-komponen jagat raya menyebabkan tetap terpeliharanya eksistensinya hingga saat ini. Misalnya, adanya lapisan ozon di angkasa merupakan penangkal kehancuran makhluk hidup di bumi ini dari sengatan terik panas matahari. Tak  ada kehidupan di bumi  ini tanpa adanya lapisan ozon. Bagi seorang muslim, hal inilah yang merupakan hukum Tuhan, yang memelihara kehidupan tetap ada sampai saat ini dengan tetap adanya lapisan ozon antara bumi dan matahari. Masih banyak lagi contoh lain yang menjadi pertanda bahwa Allah-lah pemelihara alam semesta.[8]
2. Nama yang ke-40: al- Muqit (Yang Maha Menjadikan/Memberi Makan)
       Dialah yang menciptakan makanan dan memberikannya kepada tubuh-tubuh berupa makanan, atau diberikannya kepada hati manusia berupa ma’rifah. Pengertian ini dekat dengan makna ar-Razzaq, tetapi al­-Muqit lebih khusus yaitu menyangkut makanan saja, sedangkan ar-Razzaq lebih umum.[9] Menurut pengarang al-Mukhtashar, pengertian al-Muqit kadang-kadang adalah “Maha Kuasa Yang Mutlak”. Akan tetapi, pengertiannya yang biasa adalah pencipta segala makanan pokok, baik untuk fisik maupun spritual. Dialah pula yang memberikan makanan tersebut sebagai penyangga eksistensi sebagai wujud, baik fisik maupun spritual. Nama ini disebut sekali dalam Al-Qur’an dengan arti yang berbeda  dari makna tersebut, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa (tunggal atau satu-satunya), sebagaimana tersebut dalam firman Allah Qur’an surah An-nisaa ayat 85:
     `¨B ôìxÿô±o ºpyè»xÿx© ZpuZ|¡ym `ä3tƒ ¼ã&©! Ò=ŠÅÁtR $pk÷]ÏiB ( `tBur ôìxÿô±o Zpyè»xÿx© Zpy¥ÍhŠy `ä3tƒ                      ¼ã&©! ×@øÿÏ. $yg÷YÏiB 3 tb%x.ur ª!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« $\FÉ)B ÇÑÎÈ  

85. Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik[325], niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk[326], niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[325] Syafa'at yang baik Ialah: Setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak seorang Muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan.
[326] Syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik.[10]
        Muslim yang yakin bertuhankan al-Muqit tidak akan meminta sesuatu apapun untuk dirinya, fisik dan spritualnya, kecuali kepada Allah. Siang malam bekerja memeras keringat dan membanting tulang dalam berusaha, harus tetap memohon kepada Allah. Begitu pula masalah pergantian profesi dalam hidup seseorang, tidak perlu menimbulkan keresahan. Profesi hanya merupakan salah satu “sebab” yang dijadikan Allah sarana memberi rezeki yang diperlukan makhluk-Nya dalam menjalani kehidupan ini. Kesadaran bertuhankan al-Muqit sangat perlu ditanamkan dalam kalbu. Begitu pula dalam menuntut ilmu pengetahuan yang merupakan makanan pokok bagi spritual seseorang, seorang muslim harus tetap hanya memohon kepada Tuhan yang menciptakan dan memberikan hal itu kepadanya. Oleh karena  itu, dalam menuntut ilmu pengetahuan, setiap hamba harus mengharap agar makanan utama spiritnya itu diberikan Tuhan kepadanya.[11]
3. Nama yang ke-41: al-Hasib (Yang Maha Menghitung/Maha Mencukupkan)
       Dialah yang mencukupkan keperluan setiap orang. Kecukupan seseorang diperlukan untuk  kecukupan wujudnya, kelestarian wujudnya, dan kesempurnaan wujudnya. Semua ini hanya dapat diberikan oleh Yang Maha Cukup dan Maha Sempurna karena segala  sesuatu bergantung pada-Nya.[12] Nama terbaik Tuhan, al-Hasib, mempunyai banyak pengertian,  diantaranya: Tuhan Yang Maha Mencukupkan. Maksudnya, segala kebutuhan manusia yang banyak sekali, baik untuk fisiknya maupun spritualnya  dalam hidup  ini,  hanya Tuhan, al-Hasib, yang mampu memenuhinya. Orang yang merasa dicukupkan segala kebutuhannya oleh Tuhan, dan kepada-Nya ia bertawakal dalam segala-galanya, dalam Al-Qur’an  disebut berkeyakinan “hasbiyallah” (cukuplah Allah bagiku), sebagaimana firman Allah dalam  Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 129:
       bÎ*sù (#öq©9uqs? ö@à)sù š_É<ó¡ym ª!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( Ïmøn=tã àMù=ž2uqs? ( uqèdur >u ĸöyèø9$# ÉOŠÏàyèø9$# ÇÊËÒÈ  
129. Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung".[13]
   Allah telah memberikan serba cukup untuk makhluk dalam alam semesta ini sesuai dengan takdir dan ketentuannya. Qodlo dan Qodar sudah Allah tentukan pada Azali. Sesuai dengan  takdir-Nya, setiap orang manusia sudah menerima dengan rela atas takdir yang ditentukan untuknya sewaktu Allah tiupkan  ruhnya kedalam  rahim ibu. Tetapi di satu pihak manusia yang memiliki “nafsu” ingin melebihi dari  apa yang ditentukan takdir. Padahal, bagaimanapun juga, tidak ada seorang pun anak manusia ini yang mampu melebihi dari apa yang sudah tercatat pada kitab Allah SWT. Firman Allah dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 6 :
   * $tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# žwÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètƒur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyŠöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÏÈ  
6. Dan tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya[710]. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
[709] Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa.
[710] Menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan tempat berdiam di sini ialah dunia dan tempat penyimpanan ialah akhirat. dan menurut sebagian ahli tafsir yang lain maksud tempat berdiam ialah tulang sulbi dan tempat penyimpanan ialah rahim.[14]
   Dengan berkeyakinan bahwa Tuhan al-Hasib akan memperhitungkan segala perbuatan manusia, niscaya seorang muslim akan selalu berhati-hati dalam berbuat dan berkata-kata, termasuk lintasan pikiran yang menjadi motivasi dalam hal itu. Dia tahu bahwa apapun niat, perbuatan, dan perkataan yang dilakukannya, betapapun kecilnya tetap akan diperhitungkan oleh Allah. Perhitungan hanya terfokus pada dua hal: berapa kebaikan yang sudah dihasilkan dan berapa perbuatan buruk yang dilakukan dalam usia yang sudah berlalu. Baik dan buruk disini tentu saja sesuai dengan pandangan Tuhan al-Hasib, karena Dialah nanti yang akan memperhitungkan. Sebaiknya, dalam setiap napas kehidupan dilakukan perhitungan itu. Minimal sehari sekali dilakukan perhitungan untuk mengevaluasi diri dalam menghadapi kehidupan selanjutnya. Banyaknya perbuatan baik, tidak untuk arogan kepada orang lain, tetapi untuk perbaikan masa depan, dari segi  kualitas dan kuantitas. Sebaliknya, banyaknya perbuatan buruk mendorong berbuat tobat, agar segala perbuatan itu dihapus oleh Allah karena sudah disesali terjadinya dan tak dilakukan lagi pada masa depan.[15]


BAB III
KESIMPULAN
            Jika direnungkan dan diresapi secara mendalam arti dari nama-nama Allah yang 99 tersebut, maka seorang muslim tidak akan berani mengerjakan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan dia akan menjadi orang yang takwa, patuh dan tunduk kepada-Nya. Seorang muslim pasti akan berusaha memelihara kalbunya dan segala anggota tubuhnya dari objek kemarahan Allah karena sudah meyakini bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Pemelihara. Seseorang juga pasti akan berusaha menjadi hamba yang selalu bersyukur, karena sudah mengenal Tuhan Yang Maha Memberi Makanan. Seorang muslim juga pasti akan selalu berhati-hati dalam berbuat dan berkata-kata, karena sudah berkeyakinan bahwa Allah akan memperhitungkan segala perbuatan dan perkataannya.


DAFTAR PUSTAKA
Haderanie, Asma’ul  Husna Sumber Ajaran Tauhid/Tasawuf, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,2004), hlm.153
Hasanah, Mila, Asma al-Husna Sebagai Paradigma Pengembangan Materi Pendidikan Islam, Banjarmasin: Institut Agama Islam Negeri Antasari, 2004
Jahja, M. Zurkani , 99 Jalan Mengenal Tuhan, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010



[1] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, ( Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010) hlm. xv-xvi
[2] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm xviii
[3] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, ( Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010) hlm. xviii
[4] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 303          
[5] Mila Hasanah, Asma al-Husna Sebagai Paradigma Pengembangan MateriPendidikan Islam, (Banjarmasin: Institut Agama Islam Negeri Antasari, 2004) hlm. 54-55
[6] Haderanie HN, Asma’ul  Husna Sumber Ajaran Tauhid/Tasawuf, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,2004), hlm.153
[7] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm. 305-306
[8] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 306
[9] Mila Hasanah, Asma al-Husna Sebagai Paradigma Pengembangan MateriPendidikan Islam, hlm. 55
[10]  M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 311
[11] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 313-314
[12] Mila Hasanah, Asma al-Husna Sebagai Paradigma Pengembangan MateriPendidikan Islam, hlm. 55
[13] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 319
[14] Haderanie HN, Asma’ul  Husna Sumber Ajaran Tauhid/Tasawuf. Hlm 160
[15] M. Zurkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm 322-323

Tidak ada komentar:

Posting Komentar