1. Cerita Tentang
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
Mari kita baca dan renungkan bersama,
semoga banyak hikmah yang bisa kita petik, sehingga kita bisa meneladani
beliau.
-------------------------------------------------
Kalau pakaian beliau terkoyak atau robek,
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menambal dan menjahitnyanya sendiri
tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk
keperluan keluarga maupun untuk dijual.
Setiap kali beliau pulang ke rumah, bila
dilihat tidak ada makanan yang sudah masak untuk dimakan, sambil tersenyum
baginda menyingsing lengan bajunya untuk membantu istrinya di dapur.
Sayyidatina ‘Aisyah rodliyallahu 'anhaa
menceritakan: ”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumah
tangga.
Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat
berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pulang kembali sesudah selesai sholat.
Pernah Rasulullah pulang pada waktu pagi.
Tentulah beliau amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tidak ada apa pun yang
ada untuk di buat sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayyidatina ‘Aisyah
rodliyallahu 'anhaa belum ke pasar. Maka beliau shollallahu 'alaihi wasallam
bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra
untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan)
Aisyah rodliyallahu 'anhaa menjawab dengan
merasa agak serba salah, “Belum ada apa-apa Yaa Rasulallah.”
Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu
saya puasa saja hari ini.” tanpa sedikitpun tergambar rasa kesal di wajahnya.
Pernah Rasulullah bersabda, “sebaik-baik
lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.”
Subhaanallaah....Prihatin, sabar dan
tawadhuknya Rasulullah sebagai kepala keluarga.
Pada suatu ketika Rasulullah menjadi imam
sholat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan beliau antara satu rukun ke satu
rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi kemerutuk
seolah-olah sendi-sendi pada tubuh beliau yang mulia itu bergeser antara satu
sama lain. Sahabat Umar yang tidak tahan melihat keadaan beliau itu langsung
bertanya setelah selesai sholat :
“Yaa Rasulallah, kami melihat seolah-olah
tuan menanggung penderitaan yang amat berat, apakah anda sakit yaa Rasulallah?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, saya sehat
dan segar” jawab beliau.
“Yaa Rasulallah… mengapa setiap kali
baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di
tubuh baginda?
Kami yakin anda sedang sakit…” desak Umar
penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya.
Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti
sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil
itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh
baginda.
“Yaa Rasulallah! Adakah bila baginda
menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat
baginda?”
Lalu beliau menjawab dengan lembut dan senyum,
”Tidak para sahabatku. saya tahu, apa pun akan kalian korbankan demi Rasulmu.
Tetapi apakah yang akan saya jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila saya sebagai
pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?” “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah
ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini
lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”
Subhanallaah...betapa cintanya beliau
kepada umatnya.....sedang cinta kita kepada beliau??? apakah kita sering ingat
pada beliau??? apakah kita sering membaca sholawat untuk beliau??? apakah
akhlak Rasulullah yang begitu lembut, santun, pemaaf, ikhlas dan tawadlu' serta
selalu menyentuh hati telah kita teladani???
Baginda pernah tanpa rasa canggung
sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor.
Hanya diam dan bersabar saat kain
surbannya diambil dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di
lehernya.
Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda
membasuh tempat yang dikencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan
lembut perbuatan itu.
Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH
TA'ALA dan rasa kehambaan dalam diri Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
yang tinggi menjadikan beliau seorang yang tawadlu' yang tidak ingin
dimuliakan.
Anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak
dijadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun
dalam kesendirian.
Ketika pintu Surga telah terbuka,
seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih berdiri di waktu-waktu sepi malam
hari, terus-menerus beribadah, hingga pernah baginda terjatuh, lantaran kakinya
sudah bengkak-bengkak. Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya
yang tinggi.
Bila ditanya oleh Sayyidatina ‘Aisyah
rodliyallahu 'anhaa, “Yaa Rasulallah, bukankah anda telah dijamin Surga?
Mengapa anda masih bersusah payah begini?”
Jawab baginda dengan lunak, “Yaa ‘Aisyah,
bukankah saya ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya saya ingin menjadi
hamba-Nya yang bersyukur.”
Rasulullah benar-benar sosok hamba yang
sangat bersyukur kepada-Nya, beliau mensyukuri semua anugerah yang beliau
terima dengan ibadah yang sungguh-sungguh....Subhaanallaah.....
Renungan untuk kita, bagaimana ibadah
kita, sudahkah sungguh-sungguh sebagaimana Rasulullah??? atau masih jauh dari
rasa sungguh-sungguh??? ataukah masih merasa berat atau merasa terbebani dengan
ibadah-ibadah yang Allah wajibkan pada kita??? jawabannya ada di hati kita
masing-masing....bila kita mau berfikir memang nikmat Allah pada kita banyak
sehingga tidak mungkin kita menghitungnya, tapi sayang banyak manusia yang
tidak mau memikirkan dan merenungkan nikmat-nikmat Allah yang telah
diberikan-Nya, terutama nikmat IMAN dan ISLAM.
Allah telah berfirman dalam QS. Al-Qolam
ayat 4 yang terjemahnya "Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar
berakhlak (berbudi pekerti) yang agung"
Demikian sedikit apa yang ana bisa
sampaikan tentang agungnya dan mulianya Rasulullah, tidak lupa ana sampaikan
terima kasih kepada siapa yang menyempatkan waktu membaca artikel sederhana
ini.
2. Bismillahirrahmaanirrahiim
Diriwayatkan pada saat itu Rasulullah baru
tiba dari Tabuk, peperangan dengan bangsa Romawi yang kerap menebar ancaman
pada kaum muslimin. Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini.
Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur.
Saat mendekati kota Madinah, di salah satu
sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu
Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah
kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.
Sang manusia Agung itupun bertanya,
“Kenapa tanganmu kasar sekali?"
Si tukang batu menjawab, "Ya
Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu
saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga
saya, karena itulah tangan saya kasar."
Rasulullah adalah manusia paling mulia,
tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu
yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasulpun menggenggam tangan itu,
dan menciumnya seraya bersabda,
"Hadzihi yadun la tamatsaha narun
abada", 'inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka
selama-lamanya'.
***
Rasulullahl tidak pernah mencium tangan
para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun.
Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang
pernah dicium oleh Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang dicium oleh
Rasulullah justru tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena membelah
batu dan karena kerja keras.
Suatu ketika seorang laki-laki melintas di
hadapan Rasulullah. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas.
Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti
dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah),
maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja
untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau
ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu
fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak
meminta-minta, maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani)
***
Orang-orang yang pasif dan malas bekerja,
sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga
dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah
amat prihatin terhadap para pemalas.
”Maka apabila telah dilaksanakan shalat,
bertebaranlah kam di muka bum; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah 10)
”Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai
hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS
Nuh19-20)
***
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah
dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari
Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah
dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang
yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan
sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada
yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun
bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari
nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa
Jalla”. (HR. Ahmad)
3. Kisah Rasulullah dan Seorang Badui
PADA suatu masa, ketika Nabi Muhammad SAW
sedang tawaf di Kaabah, baginda mendengar seseorang di hadapannya bertawaf
sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”
Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim!
Ya Karim!”
Orang itu berhenti di satu sudut Kaabah
dan menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah yang berada di
belakangnya menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berasa dirinya di
perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang lelaki yang
sangat tampan dan gagah yang belum pernah di lihatnya.
Orang itu berkata, “Wahai orang tampan,
apakah engkau sengaja mengejek-ngejekku, karena aku ini orang badui? Kalaulah
bukan karena ketampanan dan kegagahanmu akan kulaporkan kepada kekasihku, Muhammad
Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang badwi itu,
Rasulullah SAW tersenyum lalu berkata: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai
orang Arab?”
“Belum,” jawab orang itu.
“Jadi bagaimana kamu beriman kepadanya?”
tanya Rasulullah SAW.
“Saya percaya dengan mantap atas
kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan
perutusannya walaupun saya belum pernah bertemu dengannya,” jawab orang Arab
badwi itu.
Rasulullah SAW pun berkata kepadanya:
“Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti
di akhirat.”
Melihat Nabi di hadapannya, dia
tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya lalu berkata, “Tuan ini Nabi
Muhammad?” “Ya,” jawab Nabi SAW.
Dengan segera orang itu tunduk dan mencium
kedua-dua kaki Rasulullah SAW.
Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik
tubuh orang Arab badwi itu seraya berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat
seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya
kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang
takabur, yang minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa berita
gembira bagi orang yang beriman dan membawa berita menakutkan bagi yang
mengingkarinya.”
Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk
membawa berita dari langit, dia berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam
menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar
tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan
menghisabnya di Hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang
kecil mahupun yang besar.”
Setelah menyampaikan berita itu, Jibril
kemudian pergi. Orang Arab itu pula berkata, “Demi keagungan serta kemuliaan
Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun
akan membuat perhitungan denganNya.”
Orang Arab badwi berkata lagi, “Jika Tuhan
akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa
kebesaran magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba
akan memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan
kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa dermawanNya.”
Mendengar ucapan orang Arab badwi itu,
maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang
Arab badwi itu sehingga air mata meleleh membasahi janggutnya.
Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi
seraya berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan
berfirman: “Berhentilah engkau daripada menangis, sesungguhnya karena
tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia
bergoncang. Sekarang katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan
menghisab dirinya, juga tidak akan menghitung kemaksiatannya. Allah sudah
mengampunkan semua kesalahannya dan akan menjadi temanmu di syurga nanti.”
Betapa sukanya orang Arab badwi itu,
apabila mendengar berita itu dan menangis karena tidak berdaya menahan rasa
terharu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar